Bupati Kutai Timur (Kutim), Ardiansyah Sulaiman, menghadiri undangan dari Sanggar Gambus Selera Kutai (SGSK) Sangatta pada Selasa (7/1/2025) malam. Dalam kesempatan tersebut, Bupati menyampaikan dukungannya terhadap pelestarian seni budaya Kutai, termasuk pengembangan sanggar seni di daerah tersebut.
Ardiansyah mengusulkan agar Sanggar Gambus Selera Kutai Sangatta bergabung ke Rumah Pore sebagai pusat kesenian dan kebudayaan di Kutim.
“Rumah Pore bisa menjadi pusat kegiatan adat dan budaya. Saya mengusulkan minimal ada acara adat istiadat Kutai yang diadakan sebulan sekali di sana,” ujarnya.
Bupati juga memberikan apresiasi terhadap upaya sanggar ini dalam melibatkan generasi muda melalui pelatihan seni dan muatan lokal di sekolah.
“Saya sangat mendukung seni gambus ini masuk sebagai muatan lokal di sekolah. Ini menjadi langkah penting dalam melestarikan seni dan bahasa Kutai di Kutim,” tambahnya.
Selain itu, Bupati menyarankan agar seni gambus dan tingkilan diusulkan untuk memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Menurutnya, seni budaya Kutai seperti tingkilan, tarsul, dan jepen sudah berkembang di hampir seluruh kecamatan di Kutim, termasuk Bengalon, Sangkulirang, dan Sandaran.
Dalam acara tersebut, seni tradisional seperti Mamanda juga dipentaskan untuk mengingatkan masyarakat akan asal-usul sejarah Kutai. “Ini adalah bentuk apresiasi terhadap kekayaan budaya kita yang harus terus dijaga,” ungkap Bupati.
Sayid Abdullah, salah seorang tokoh seni budaya Kutai yang juga Ketua SGSK Sangatta mengungkapkan harapannya agar pemerintah semakin memperhatikan keberadaan sanggar seni seperti Sanggar Gambus Selera Kutai.
“Kami hanya ingin keberadaan kami lebih diketahui pemerintah. Meski tanpa acara besar, seni budaya seperti jepen dan tingkilan masih eksis di Sangatta,” katanya.
Sayid juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam memajukan seni budaya Kutai melalui program-program yang berkelanjutan.
“Kami sudah membuka pelatihan dan sosialisasi ke sekolah-sekolah untuk menarik minat generasi muda. Namun, kami membutuhkan kolaborasi dengan pemerintah daerah, Dinas Pariwisata, dan Dinas Pendidikan untuk menjaga kelestarian seni ini,” tambahnya.
Ia juga menceritakan keterlibatannya dalam upaya mendapatkan penghargaan kebudayaan untuk Kutim.
“Sejak 2022, kami telah mengikuti seleksi penerimaan Anugerah Kebudayaan. Tahun 2023, ada perwakilan dari Kutim yang berhasil menerima penghargaan tersebut. Sayangnya, tahun 2024 belum ada yang terpilih,” jelasnya.
Sayid berharap langkah-langkah strategis ke depan dapat lebih memajukan seni tradisional seperti tingkilan, jepen, dan lainnya.
“Pelestarian budaya ini membutuhkan perhatian khusus dari semua pihak, termasuk pemerintah,” tutupnya.
Acara tersebut menunjukkan semangat bersama dalam menjaga dan mengembangkan seni budaya Kutai sebagai warisan yang harus terus hidup di tengah modernisasi.(adv/ary)