Dalam upaya menekan angka stunting dan risiko stunting di wilayah pedalaman, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutai Timur (Kutim) Achmad Junaidi B bersama tim, turun langsung ke lapangan. Bersama tim, ia mengunjungi sejumlah kecamatan terpencil di wilayah pedalaman, seperti Muara Bengkal dan Muara Ancalong. Kegiatan ini menjadi bagian dari strategi jemput bola yang terjadwal, dengan tujuan memberikan edukasi dan sosialisasi kepada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat kecamatan.
Achmad Junaidi menjelaskan bahwa peran camat sebagai Ketua TPPS Kecamatan sangat vital dalam mengawal program ini. Camat diminta aktif melakukan pendataan dan identifikasi keluarga berisiko stunting (KRS) serta anak-anak yang sudah masuk dalam data stunting. Langkah ini dilakukan berdasarkan data resmi dari Sistem Informasi Gizi Anak (SIGA), Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil) dari BKKBN RI, serta e-PPGBM milik Kementerian Kesehatan RI.
“Jemput bola ini bukan sekadar blusukan, tetapi memberikan pemahaman mendalam kepada para pemangku kepentingan di kecamatan dan desa. Data yang valid akan menjadi panduan dalam menyusun program yang tepat sasaran,” kata Junaidi.
Kegiatan ini bertujuan memastikan keakuratan data keluarga berisiko stunting dan anak stunting. Verifikasi dilakukan dengan mencocokkan data yang telah diunggah oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan kader di tingkat desa. Langkah ini juga bertujuan memberikan edukasi kepada masyarakat, termasuk melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, serta dunia usaha untuk menjadi “Bapak Asuh” bagi anak-anak stunting dan keluarga yang berisiko.
“Edukasi kepada masyarakat menjadi poin penting, terutama mengenai manfaat Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bergizi. Tim gizi dari puskesmas dan posyandu memiliki peran besar dalam memberikan pemahaman kepada ibu hamil dan menyusui tentang pentingnya gizi bagi tumbuh kembang anak,” tambahnya.
Dalam upaya ini, DPPKB Kutim juga mengintegrasikan program unggulan Bupati dan Wakil Bupati Kutim. Sebanyak 50 program unggulan lintas Perangkat Daerah (PD) diarahkan untuk mendukung penanganan stunting dan keluarga berisiko stunting. Kolaborasi ini bertujuan memastikan setiap program berjalan sesuai kebutuhan lapangan dengan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Melalui kolaborasi ini, kami ingin semua pihak memahami peran masing-masing. Dengan pemanfaatan data BNBA KRS dan anak stunting, program yang disusun akan lebih terarah dan menyentuh akar permasalahan masyarakat,” tegas Junaidi.
Selain edukasi, tim juga mengidentifikasi kebutuhan sosial ekonomi keluarga berisiko stunting. Hal ini mencakup pendampingan untuk meningkatkan taraf hidup keluarga agar mampu memenuhi kebutuhan gizi anak sesuai rekomendasi tim ahli.
“Kami ingin menciptakan kesadaran kolektif, bahwa ini bukan hanya tugas pemerintah. Semua pihak, termasuk dunia usaha dan masyarakat, harus bahu-membahu. Program ini adalah implementasi nyata dari gerakan Cap Jempol Stop Stunting,” ujar Junaidi.
DPPKB Kutim berkomitmen melanjutkan langkah jemput bola ini secara terjadwal di seluruh kecamatan di Kutim. Dengan melibatkan semua elemen masyarakat, harapannya angka stunting dapat ditekan, dan risiko stunting di masa depan dapat diminimalisasi.
Kegiatan ini juga mendapat respons positif dari masyarakat di pedalaman. Salah seorang warga Muara Bengkal yang enggan menyebutkan namanya menyampaikan apresiasinya.
“Kami jadi lebih paham pentingnya gizi untuk anak-anak. Semoga program ini terus berlanjut, karena kami di pedalaman sering kesulitan mendapatkan informasi seperti ini,” tuturnya.
Upaya ini menunjukkan bahwa penanganan stunting membutuhkan kerja sama lintas sektor dan pendekatan langsung yang menyentuh masyarakat hingga ke akar permasalahan. Pemerintah Kutai Timur berharap strategi ini dapat menjadi langkah awal menuju generasi emas tanpa stunting. (adv/ary)