SEKTOR Industri Mikro dan Kecil (IMK) di Kaltim terus menunjukkan pertumbuhan yang stabil, menjadi salah satu pilar utama perekonomian daerah. Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Kaltim tercatat cukup signifikan, meskipun mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
“Dari hasil Survei IMK 2023, tercatat 35.641 usaha atau perusahaan IMK. Jumlah ini menunjukkan adanya peningkatan 35,91 persen dibanding 2022 yang berjumlah 26.224 usaha,” beber Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim Yusniar Juliana, baru-baru ini dalam Publikasi Profil Industri Mikro dan Kecil.
Meskipun memiliki keterbatasan modal dan teknologi, IMK terbukti efektif dalam menyerap tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal.
Kutai Kartanegara (Kukar), Samarinda dan Balikpapan merupakan daerah jumlah IMK terbesar masing-masing 19,69 persen (7.019 IMK), 19,31 persen (6.882 IMK) dan 13,35 persen (4.759 IMK).
Sementara Kutai Timur (Kutim) merupakan daerah dengan jumlah IMK terkecil, 3,82 persen atau 1.363 IMK.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan primer, yang dalam hal ini penyediaan pangan dan sandang, industri makanan masih menjadi sektor yang paling banyak digeluti.
Mencapai 57,13 persen atau 20.361 IMK. Hal ini menunjukkan potensi besar sektor pangan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Industri makanan memiliki pasar yang luas dan terus berkembang. Selain itu, bahan baku untuk industri makanan juga mudah didapatkan. Di posisi kedua, industri minuman dengan 8,77 persen (3.127 IMK) lalu ketiga pakaian 7,05 persen (2.514 IMK).
Yusniar juga menjelaskan mengenai penyerapan tenaga kerja, di mana mencapai 66.022 orang. Dengan proporsi 54,78 persen adalah perempuan. Dilihat dari usia, 63.323 orang atau 95,91 persen merupakan pekerja usia produktif dengan rentang 15-64 tahun.
Dalam publikasi terbitan Desember 2024 itu juga menjelaskan tentang tingkat pendidikan. Disebutkan Yusniar merupakan investasi yang akan mendorong produktivitas.
“Sebagian besar pekerja 49,72 persen merupakan lulusan SMP ke bawah. Menunjukkan bahwa IMK menjadi kegiatan yang menyerap banyak pekerja dari kalangan manapun,” jelasnya.
Distribusi pekerja IMK juga disebutkan tersebar cukup merata di semua kabupaten/kota. Di perkotaan seperti Samarinda dan Balikpapan, memiliki proporsi cukup besar yakni 19,95 dan 14,23 persen.
Pekerja IMK yang merupakan pekerja dibayar hanya 24,38 persen atau 16.096 orang. Selebihnya merupakan pekerja tidak dibayar.
“Pekerja tak dibayar ini biasanya merupakan pemilik atau pengusaha itu sendiri dan pekerja keluarga lainnya. Pekerja perempuan lebih banyak menjadi pekerja tak dibayar,” lanjutnya.
Balas jasa yang diberikan kepada pekerja dikatakan Yusniar sebagian besar bernilai Rp 10-19 ribu per jam sebanyak 3.230 usaha atau 43,65 persen. Kemudian di bawah Rp 10 ribu per jam 2.497 usaha (33,75 persen). Sisanya memberi balas jasa lebih dari Rp 20 ribu per jam.(adv/ary)