Sadar tidak selamanya bisa bersandar pada sektor pertambangan dan mineral, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur, mengambil langkah strategis menuju standar global keberlanjutan di sektor sawit.
Dalam pertemuan bersama tim The United States Agency for International Development Sustainable Environmental Governance Across Regions (USAID SEGAR) dan Konsorsium GIZ Sustain, Bupati Kutim H Ardiansyah Sulaiman menyatakan komitmennya untuk mempercepat penerapan sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil – Jurisdictional Approach (RSPO-JA). Program ini diharapkan mampu membawa Kutim menjadi pelopor dalam pembangunan berkelanjutan berbasis komoditas sawit.
Pertemuan yang berlangsung di ruang kerja Bupati di Komplek Pusat Perkantoran Pemkab Kutim, Bukit Pelangi, itu menjadi momen penting untuk memperkuat sinergi antara pemerintah daerah, mitra pembangunan, dan pelaku industri sawit. Pendekatan RSPO-JA dirancang untuk meminimalkan dampak negatif perkebunan sawit terhadap lingkungan dan masyarakat, dengan standar yang berlaku secara global.
Bupati Ardiansyah Sulaiman menjelaskan bahwa program ini selaras dengan visi pembangunan jangka panjang Kutim, yaitu “Kutai Timur Hebat 2045” dengan fokus pada program “Pusat Hilirisasi Sumber Daya Alam yang Maju, Inklusif, dan Berkelanjutan”. Salah satu komoditas utama yang menjadi fokus adalah sawit.
“Kita (Pemkab Kutim) pada RPJPD pertama itu grand design-nya agribisnis dan agroindustri, dan 70 persen sudah selesai. Selanjutnya, menuju tahun 2045 visinya adalah menjadi pusat hilirisasi. Ini bukan lagi pilihan, tetapi wajib,” ungkapnya dalam keterangan resmi Prokopim Kutim dikutip Jumat (27/12).
Ardiansyah menegaskan bahwa masa depan Kutim bertumpu pada sumber daya alam terbarukan. Apalagi perkebunan kelapa sawit Kutim merupakan yang terbesar di Kaltim. “Jika RSPO menjadi standar global, kita harus maksimal memanfaatkannya untuk masa depan daerah,” tambahnya.
Sementara itu Josi Khatarina, Environmental Governance Lead USAID SEGAR, menyebut Kutim memiliki kemajuan signifikan dalam persiapan menuju RSPO-JA dibandingkan daerah lain. Kutim bahkan menjadi kabupaten kedua di Indonesia, setelah Seruyan, dan keempat di dunia setelah Ekuador, Sabah, dan Seruyan, yang menerapkan pendekatan ini.
“Salah satu milestone penting adalah pendataan ANKT (area bernilai konservasi tinggi). Kutim sudah memiliki peta indikatifnya. Ini menunjukkan progres yang lebih maju dibandingkan daerah lain,” jelas Josi.
Tahapan selanjutnya meliputi pemetaan bisnis, termasuk pendataan petani, pemasok, hingga pembeli. Langkah ini bertujuan untuk menyusun proses sertifikasi secara bertahap. RSPO ini juga mendorong percepatan sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) di tingkat nasional, karena keduanya saling mendukung.
Sebagai tahap awal menuju implementasi RSPO-JA, pertemuan ini ditutup dengan penandatanganan Letter of Intent oleh pemerintah daerah dan mitra terkait. Agenda ini melibatkan berbagai pihak, seperti Formika, Bappeda, Disbun, serta organisasi perangkat daerah teknis lainnya.
Dengan penerapan RSPO-JA, diharapkan produk sawit Kutim mampu bersaing di pasar global sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan di daerah.(adv/ary)