Setelah melalui proses panjang yang melibatkan berbagai pihak, dokumen Integrated Area Development (IAD) berbasis perhutanan sosial milik Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) akhirnya rampung. Penandatanganan dokumen tersebut dilakukan pada Kamis (19/12/2024) pagi di Ruang Kerja Bupati Kutim, sebagai langkah awal untuk legitimasi sebelum diajukan ke Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.

Acara tersebut dihadiri oleh berbagai pihak, di antaranya Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Bappeda Kutim, KPHP Bengalon, serta mitra pembangunan seperti FORMIKA, USAID SEGAR, dan KBCF. Dokumen ini menjadi tonggak penting dalam pengelolaan sumber daya alam yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan, dengan fokus utama pada pengembangan perhutanan sosial.

Kabid Perekonomian dan Sumber Daya Alam Bappeda Kutim Ripto Widargo, menjelaskan bahwa penyusunan dokumen IAD diawali dengan rapat koordinasi. Dilanjutkan dengan focus group discussion (FGD) multi pihak, pengumpulan data awal, FGD di desa-desa terpilih, hingga konsultasi publik. Proses ini menghasilkan dokumen yang mencakup sembilan sasaran, 21 program, dan 155 kegiatan.

Ripto juga menekankan empat fokus utama pengembangan IAD, yaitu,

  1. Dukungan kebijakan dan anggaran untuk meningkatkan nilai komoditas serta jasa lingkungan.
  2. Penguatan kelembagaan usaha melalui program, kebijakan, anggaran, dan pendampingan.
  3. Fasilitasi perluasan perhutanan sosial oleh pemerintah daerah.
  4. Integrasi perencanaan RPJMDes dan tata guna lahan desa untuk mendukung perhutanan sosial.

“Empat fokus ini bertujuan untuk memperkuat sinergi lintas sektor dalam pengelolaan perhutanan sosial yang berkelanjutan,” jelas Ripto.

Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman, menyampaikan bahwa pengembangan IAD sejalan dengan visi besar Kutim dalam memanfaatkan sumber daya lokal. Ia mencontohkan potensi komoditas lokal, seperti buah tunjuk langit dan daun gelinggang, yang sempat menarik perhatian Menteri Desa saat kunjungan ke Tepian Langsat.

“Saya juga mendengar ada madu kelulut dari Sangkulirang yang sudah masuk pasaran. Ini potensi yang besar dan mudah dikembangkan. Pemerintah daerah bahkan bisa mendukung penyediaan pakan melalui penanaman tumbuhan seperti air mata pengantin,” ujarnya.

Ardiansyah menegaskan, inisiatif IAD ini merupakan langkah nyata untuk mewujudkan tata kelola sumber daya alam yang lebih baik. Dia berharap kolaborasi ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.

Site Manager USAID SEGAR Kaltim Wiwin Effendy, mengungkapkan bahwa dokumen IAD Kutim merupakan yang kedua di Kaltim dan akan menjadi acuan bagi kabupaten dan kota lain di provinsi ini.

“Saat ini, Pemerintah Provinsi Kaltim sedang menyusun peraturan gubernur terkait IAD. Ini sejalan dengan target nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2023,” ujar Wiwin.

Ia juga menyoroti bahwa penyusunan dokumen IAD Kutim melibatkan konsultasi dengan tiga kementerian, yakni Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Konsultasi dilakukan dari level desa hingga nasional untuk memastikan sinkronisasi dengan rencana strategis organisasi perangkat daerah.

“Kami bersyukur dokumen ini akhirnya rampung setelah berbagai pertemuan dan konsultasi lintas sektor,” pungkasnya.

Penyusunan IAD Kutim melibatkan banyak instansi, termasuk Bappeda, KPHP, Setkab, DPMDes, DP3A, Diskop dan UKM, Dispar, hingga sektor swasta. Dengan rampungnya dokumen ini, Kutim diharapkan menjadi pelopor dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis perhutanan sosial yang berkelanjutan.

Penandatanganan dokumen ini menjadi langkah awal menuju implementasi yang lebih konkret. Kolaborasi lintas sektor diharapkan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Serta melestarikan sumber daya alam di Kutim untuk generasi mendatang.(adv/ary)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *