SANGATTA – Predikat Kutim sebagai kabupaten layak anak (KLA) naik dua tingkat, dari kategori Pratama menjadi Nindya. Padahal, tahun ini target yang ingin dicapai adalah satu level di atas Pratama, yakni Madya.
“Tapi, alhamdulillah dapat nilai tinggi, 700 dari 24 indikator atau klaster yang harus dipenuhi. Makanya layak dapat Nindya,” terang Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kutim Aisyah.
Dia pun menegaskan, kini pihaknya telah membuat perencanaan yang panjang. Bahkan, perencanaan itu merupakan upaya untuk memperoleh prestasi tertinggi dari program KLA.
Sementara itu, fasilitator KLA Kaltim Sumadi mengatakan, terdapat beberapa tahapan untuk memperoleh kategori KLA. Di antaranya harus lebih dulu memperoleh kategori Pratama, Madya, Nindya, Utama, hingga akhirnya KLA.
“Masing-masing tahapan itu harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan untuk KLA, ada lima klaster dengan 24 indikator,” paparnya.
Dia mencontohkan, apabila suatu daerah masih di kategori Pratama, biasanya perlu mencapai tahapan yang lebih tinggi lagi untuk memperoleh kategori Madya. Tetapi khusus Kutim, ada satu lompatan yang membuatnya melangkahi Madya hingga akhirnya memperoleh Nindya. Pasalnya, berdasarkan hasil penilaian sementara Pemprov Kaltim, nilai yang diperoleh sudah mencapai level Nindya atau tahapan ketiga.
“Tapi, nanti akan dinilai kembali oleh Kementerian (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi). Apakah yang sudah dicapai Kutim bisa bertahan pada tahapan Nindya. Nanti dilihat dari bukti-bukti, apakah sudah menunjang,” jelasnya.
Jika semuanya terpenuhi, maka Kutim akan melompati satu tahapan dalam perolehan penghargaan KLA. Mengingat untuk mencapai KLA, suatu daerah biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama. Pasalnya, tahapan Pratama memerlukan nilai 501-600, Madya 601- 700, Nindya di angka 701-800 dan Utama 801-900 dan KLA 901-1.000.
Adapun beberapa indikator utama, yakni dunia usaha yang peduli terhadap anak, masyarakat, sekolah ramah anak, forum anak, dan lainnya.
“Kutim harus memerhatikan klaster kelembagaan. Apalagi, belum adanya Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Anak. Termasuk Pelatihan Konvensi Hak Anak (KHA),” terangnya.
Menurutnya, Perda Perlindungan Anak wajib dipenuhi. Adapun dari aspek pelatihan KHA, semua pihak harus dilibatkan. Seperti petugas puskesmas, guru, termasuk media. “Harus memahami hak dan tidak merugikan anak,” pungkasnya. (dq/ind/k15)