SANGATTA – Upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kutai Timur (Kutim) terus dilakukan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kutim. Mengingat angka kasus penyakit ini cukup tinggi di kabupaten yang berada di kawasan utara Kaltim itu.

Hingga kini, terdapat 309 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang masuk program pendampingan KPAD Kutim. Bahkan sejak 2006 hingga 2022, kasus tersebut telah tersebar di 18 kecamatan dengan jumlah penularan mencapai 821 kasus.

Sehingga, upaya menuju Three Zero HIV/AIDS pada 2030 terus digalakkan. KPAD Kutim pun menggelar forum diskusi HIV/AIDS di Ruang Tempudau, Sekretariat Kabupaten (Setkab) Kutim, belum lama ini. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Pemkesra) Poniso Suryo Renggono mengatakan, penanganan penyakit AIDS menuntut langkah-langkah yang konkret dan cepat. Hal itu untuk mengejar ketertinggalan akibat Covid-19.

“Dalam lima tahun terakhir, standar pelayanan minimum (SPM) terhadap HIV/AIDS khususnya pemeriksaan melalui konseling dan tes secara sukarela (KTS) harus dimaksimalkan,” katanya.

Dengan sasaran estimasi jumlah pengidap HIV setiap tahun selalu naik. Bahkan di saat pandemi sekalipun, estimasi tersebut berturut-turut dari tahun 2018 sampai dengan 2022 mulai 9.331, 17.942, 17.800, 17742 dan 18.200 orang. Namun, sasaran tersebut selalu dicapai di atas 70 persen, bahkan tahun lalu mencapai 98 persen.

“Penurunan hanya 2020, ketika berlaku pembatasan PPKM,” ungkapnya.

Berdasarkan data capaian testing HIV per kabupaten/kota oleh Dinas Kesehatan (Diskes) Kaltim, Kutim sukses menjadi peraih capaian tertinggi, yakni 152 persen. Kemudian disusul Balikpapan 105 persen, Penajam Paser Utara (PPU) 102 persen, Bontang 101 persen, dan Kutai Kartanegara (Kukar) 87 persen.

“Capaian SPM itu cukup membanggakan. Berkat partisipasi warga, khususnya perusahaan-perusahaan dan BUMN yang telah mengerahkan staf dan karyawannya untuk menjalani pemeriksaan mobile VCT,” terangnya.

Dia memastikan, upaya penanggulangan HIV/AIDS tidak akan pernah berhenti. Meskipun 2030 mendatang dunia menyatakan tidak ada lagi penyakit tersebut. Apalagi, AIDS adalah stadium akhir dari HIV. Namun, bisa dicegah dengan pengobatan ARV secara patuh.

“Tapi, orang sehat tetap bisa tertular HIV (bukan AIDS), tanpa upaya pencegahan HIV. Jadi, sebelum pencegahan AIDS, terpenting pencegahan HIV dulu,” tuturnya.

Pasalnya, pencegahan AIDS dengan pencegahan HIV adalah dua kegiatan yang berbeda. Sebab, eliminasi AIDS penting, karena selagi stadiumnya masih HIV maka dengan pengobatan ARV pengidap HIV (ODHIV) masih bisa mencapai tahap sehat.

“Artinya ODHIV mampu hidup normal dan mandiri. Sudah tidak menularkan HIV kepada orang lain,” bebernya.

Adapun ODHIV dinyatakan sehat apabila hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan, kandungan virus dalam darahnya sudah tidak terdeteksi. Dengan demikian, maka dinyatakan tidak menularkan virus kepada orang lain.

“Istilah sekarang, tidak terdeteksi = tidak menulari (Td=Tm) atau undetectable – untransmittable (U = U,” paparnya.

Untuk memperkuat komitmen pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, kini KPAD Kutim sedang mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS (P2HIV), untuk disahkan menjadi Perda Kutim tentang P2HIV.

“Insyaallah tahun ini sudah disahkan. Saya harap, dengan adanya Perda P2HIV, kegiatan eliminasi epidemi AIDS 2030 menjadi lebih lancar. Khususnya dari sisi pembiayaan. Termasuk kegiatan P2HIV pasca 2030 tetap berjalan seperti biasa. Kan selama masih terjadi penularan baru HIV, maka upaya P2HIV tidak boleh berhenti,” ucapnya.

Pihak perusahaan yang sudah menandatangani MOU P2HIV pun diminta lebih giat melaksanakan amanat MoU. Terutama dalam sosialisasi informasi tentang HIV/AIDS dan mobile VCT terhadap karyawannya.

“Bagi yang belum menandatangani MoU, segeralah berpartisipasi untuk bergabung,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *