SANGATTA – Kasus Demam Berdarah Dangue (DBD) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) terus meningkat, saat ini Kaltim memasuki zona merah berbarengan dengan provinsi lainnya.
Kasi Pencegahan Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Muhammad Yusuf mengatakan saat ini Kutim juga menjadi kabupaten dengan kasus DBD yang tinggi.
“Pada 2021 saja terdapat 115 kasus, untuk tahun 2022 ini terjadi peningkatan hingga September sudah 174 kasus DBD yang aktif, dan ada yang sampai meninggal dunia,” ucapnya.
Untuk kasus tertinggi pada 2021 lalu berada pada bulan Juni dan Oktober dengan masing-masing 19 kasus, sedangkan untuk 2022 kasus tertinggi berada pada bulan Januari dan Juli dengan masing-masing 32 kasus.
Untuk saat ini, curah hujan yang tinggi menjadi penyebab peningkatan kasus, dan cuaca yang berubah-ubah. Padahal untuk normalnya curah hujan tinggi hanya pada bulan November dan Desember.
“Oleh karena itu kemarin pak gubernur meminta Kepala Dinkes kabupaten/kota se-Kaltim untuk melakukan zoom mencari solusi dan pencegahan DBD agar tidak terjadi peningkatan secara terus menerus,” ungkap.
Kejadian Luar Biasa (KLB) terhadap kasus ini pun terus diwanti-wanti. Tingginya kasus penularan DBD sudah ada beberapa tahun belakangan, namun pada 2020 hingga 2021 pemerintah difokuskan pada Covid-19.
Namun kini kasus DBD kembali booming lantaran adanya pasien yang meninggal dunia. Hingga menimbulkan kesadaran masyarakat untuk mengantisipasi kemungkinan penularan.
“Mungkin karena itu, masyarakat sekarang jadi sadar dan memang juga tahun ini terjadi peningkatan. Hingga September saja sudah sampai 174, sedangkan pada 2021 sekitar 115 kasus,” imbuhnya.
Untuk langkah-langkah pencegahan sebelum penularan, Yusuf menerangkan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi sesuai dengan Perbup nomor 30 tahun 2019 tentang pencegahan dan penanggulangan DBD.
Koordinasi dilakukan dengan UPT Pendidikan yang ada di tiap-tiap kecamatan untuk pembentukan tim Juri Pemantauan Jentik “Jumantik” Sekolah. Yang sudah ada sejak 2017 lalu.
“2017 lalu sudah ada, tiap tahun pasti kita lakukan di tiap-tiap kecamatan, tetapi terhenti karena fokus 2020 dan 2021 kemarin pada Covid-19, dan mereka juga kan sekolah daring,” tandasnya. (Adv)