SANGATTA – Pertumbuhan penduduk yang semakin masif tak dapat terelakan. Hal ini pun membuat kebutuhan pangan terus meningkat. Apabila tidak didukung dengan produksi bahan pangan yang memadai, tentunya akan jadi masalah tersendiri. Apalagi sekarang alih fungsi lahan semakin menjadi, sesuai dengan kebutuhan pembangunan.

Mengantisipasi degradasinya lahan pertanian sekaligus menjaga kecukupan produksi pangan, Dinas Pertanian (Distan) Kutai Timur (Kutim) menggandeng Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, untuk melakukan Pemetaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

Program ini sudah diekspos dan dipresentasikan kepada Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman. Kadistan Kutim Dyah Ratnaningrum menjelaskan, maksud pemetaan LP2B adalah untuk mendorong ketersediaan lahan pertanian. Termasuk menjaga kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan.

“Tujuannya tidak lain untuk melindungi dan menjamin tersedianya kawasan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan serta berkedaulatan. Sehingga dapat meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan petani dan masyarakat,” ucapnya.

Selain itu, pihaknya ingin meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani. Dengan meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak.

“Termasuk mempertahankan keseimbangan ekologis serta mewujudkan revitalisasi pertanian,” bebernya.

Sementara itu, Lektor Kepala Fakultas Pertanian Unmul, Dr Achmad Zaidi mengatakan, secara kajian teknis LP2B Kutim dilakukan untuk mengidentifikasi dan memetakan sebaran lahan pertanian pangan yang dapat dijadikan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Sehingga ketahanan pangan terjaga.

“Sasarannya dengan teridentifikasinya sebaran dan luasan lahan pertanian pangan sebagai perlindungan berkelanjutan. Terpetakannya luasan wilayah perlindungan lahan pertanian serta tersusunnya LP2B di Kutai Timur,” ungkapnya.

Apalagi, kata dia, sekarang jumlah penduduk Kutim mencapai 422.902 jiwa. Artinya kebutuhan beras di Kutim mencapai 47.788.265 kilogram atau 73.520.408 gabah per tahunnya. Asumsi produktivitas 4.000 kilogram GKG per hektare. Untuk mendukung hal ini, Kutim membutuhkan sawah seluar 18.380 hektare. Sementara existing lahan sawah di Kutim pada 2020 hanya 2.785 hektare.

“Sehingga kekurangan lahan seluas 9.162 hektare,” sebutnya.

Padahal pada 2015, Kutim sempat memiliki lahan pertanian seluas 9.800 hektare yang tersebar di 18 kecamatan. Namun, kini luasnya terus mengerucut hingga tersisa 2.784,65 hektare. Hal itulah yang perlu ditindaklanjuti dengan regulasi, agar LP2B bisa dimaksimalkan. Pihaknya juga merekomendasi lahan-lahan lain yang bisa difungsikan sebagai LP2B.

“Dengan kategori sangat direkomendasikan dan direkomendasikan bersyarat sesuai analisis rekomendasi LP2B Kalimantan Timur (Kaltim) di 16 kecamatan di Kutim,” tuturnya.

Menurutnya, lahan-lahan yang sudah diidentifikasi untuk LP2B maupun lahan cadangan pertanian pangan dapat menjadi pilihan. Sehingga perlu ditetapkan melalui surat keputusan (SK) atau peraturan bupati (perbup). Kemudian memasukkan luasan LP2B dan lahan cadangan ke dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW), yang menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.

“Sampai ditetapkan menjadi regulasi lebih tinggi (peraturan daerah). Dengan target maksimal pada 2024 mendatang,” paparnya.

Pembangunan dan pengembangan pertanian pangan oleh pihak pemerintah maupun mitra lainnya, dapat diarahkan pada lahan yang masuk dalam LP2B maupun lahan cadangan pangan. Sehingga pengembangan pertanian pangan tetap fokus pada kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi serta diversifikasi pertanian.

“Berkoordinasi dengan para pihak untuk aspek pasca panen seperti pemasaran,” pungkasnya.

Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman memberikan dukungannya terhadap program tersebut. Dia menyebut, tren pembangunan ramah lingkungan dan berkelanjutan sedang populer saat ini. Sama halnya dengan perkebunan kelapa sawit yang sudah mengikuti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), untuk melaksanakan yurisdiksi perkebunan berkelanjutan berstandar Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

“Tentunya dengan konsep produksi, namun tetap bisa mengambil manfaat ekonomi lainnya. Saya pasti sangat mendukung pengembangan pertanian yang berkelanjutan. Pertanian ke depan tak hanya memproduksi gabah dan beras. Tapi juga ekowisata atau agrowisata,” harapnya.

Menurutnya, saat ini beberapa negara di dunia ada yang sudah mengkhawatirkan tak bisa memenuhi cadangan pangannya. Tapi dia tetap yakin, pertanian di Kutim masih bisa dimaksimalkan. Seperti lahan tidur dan lahan-lahan lainnya yang direkomendasikan.

“Lahan tidur harusnya bisa dimaksimalkan. Saya juga berharap Dinas Pertanian dapat menggerakkan petani dengan konsentrasi pengembangan ekowisata atau agrowisata. Agar bisa menghidupkan sawah yang sudah ada,” jelasnya.

Apabila regulasi memang diperlukan, dia menegaskan hal itu akan segera direalisasikan. Dengan mendukung regulasi yang diterbitkan Pemprov Kaltim agar bersinergi. Pemkab juga terus berupaya meningkatkan infrastruktur jalan usaha tani dan produksi. Guna menjamin keberlangsungan pertanian, intervensi pemkab adalah meminta masyarakat Kutim membeli beras para petani lokal.

“Pembelian beras lokal saat ini sudah dilakukan jajaran pemerintah, perusahaan dan masyarakat. Semoga tidak hanya sekadar memetakan lahan, existing atau klausul lain yang diperlukan juga mesti menjadi perhatian,” tutupnya. (Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *