SANGATTA – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) melaksanakan rapat koordinasi (rakoor) percepatan angka stunting di Aula kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), kawasan bukit pelangi.

Rapat tersebut di hadiri oleh Wakil Bupati Kutim Kasmidi Bulang, Wakil Ketua Tim Percepatan Penurunan Angka Stunting (TPPS), Kepala Dinas Pengendalian, Penduduk, dan Keluarga Berencana (DPPKB), Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kaltim.

Turut menjadi pemateri Perwakilan BKKBN Provinsi Kaltim, Sutanto yang akan membahas terkait Pencegahan Stunting dari Hulu bersama Tri Murti (Program Manager Bidang Program dan Kegiatan).

Dihadiri kurang lebih 50 orang secara offline, serta disusul dengan peserta virtual yakni tim pakar, satgas stunting kecamatan, dan para camat se Kabupaten Kutim.

Kepala DPPKB dr. Setiadi menyampaikan jika saat ini seluruh pihak yang berwenang tengah membantu dalam penurunan angka stunting di Kutim, serta memberikan upaya penanganan. Terlebih pemerintah pusat telah menginstruksikan di 2024 angka stunting maksimal 14 persen per kabupaten/kota.

“Untuk meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan kegiatan pada sasaran calon pengantin (catin), ibu hamil, ibu menyusui, balita serta perlunya penyuluhan yang dilakukan oleh TPPS. Guna memastikan strategi nasional percepatan penurunan angka stunting di Kaltim, khususnya di Kutim,” ucapnya.

Angka prevelensi Kutim sendiri saat ini tengah mencapai 27,7 persen, jika berdasarkan data SSGBI.

Wakil Bupati Kutim Kasmidi Bulang mengatakan angka ini adalah yang tertinggi di Provinsi Kaltim. Sedangkan, Presiden Joko Widodo menargetkan di 2024 angka stunting di kabupaten/kota maksimal 14 persen.

Wakil Bupati Kutim Kasmidi Bulang mengatakan, dari instruksi Presiden RI tersebut, maka Kutim memiliki kewajiban menurunkan angka stunting hingga 13 persen.

“Tetapi saya bingung, data sebanyak itu dapat dari mana. Oleh karena itu saya sudah instruksikan pada SKPD untuk mendampingi pendataan,” ucap Kasmidi.

Sebab tidak hanya satu kali kementrian memberikan data yang tidak sama dengan yang dimiliki Pemkab Kutim. Sama seperti pendataan terkait angka miskin pada tahun lalu yang selisih banyak.

Pria yang akrab disapa KB itu menegaskan, tentu saja Pemkab Kutim tidak terima dengan anjloknya angka yang diberikan, sementara dilapangan tidak sebanyak itu.

“Kementrian mendata Kutim dengan angka kemiskinan yang ekstrem, padahal data sebenarnya hanya terdapat enam KK, itupun pendatang dan bukan warga asli Kutim,” jelasnya.

Khususnya stunting, Pemkab Kutim akan mengintervensi hingga tingkat desa. Pemberian Rp 3 juta per enam bulan untuk biaya pengobatan.

Uang tersebut melingkupi pembelian susu, vitamin atau kebutuhan gizi lainnya. Namun hingga kini, akurasi data yang kongkret belum diperoleh untuk pengalokasian dana tersebut.

Pemberian imunisasi skala besar di 18 kecamatan yang ada di Kutim juga akan berlangsung serentak pada Agustus 2022 selama satu bulan full.

“Saya bersama pak bupati juga telah menginstruksikan pada tiap camat untuk meminta warga yang memiliki anak usia 0-9 bulan mengikuti imunisasi ini,” paparnya.

Kepala desa (Kades) juga diminta mendampingi warga hingga tak ada anak-anak atau balita yang terlewat diberikan imunisasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *